Jumat, 09 Desember 2011

MENGANALISIS PENYEBAB BANJIR DI WASIOR


A.     LATAR BELAKANG

Permasalahan yang sering kita hadapi ketika tibanya musim hujan adalah banjir, banjir merupakan bencana alam yang sangat merugikan baik materiil maupun non materiil, kerusakan pemukiman, lahan pertanian serta infrastruktur lain dan terganggunya aktivitas sosial ekonomi masyarakat.
Beberapa literatur menyebutkan, penyebab banjir ada banyak faktor, antara lain karena perubahan lahan, erosi & sedimentasi, bangunan atau permukiman di tepi sungai, perencanaan penggunaan lahan yang kurang baik, sistem drainase yang buruk, curah hujan yang tinggi, fisiografi sungai, kapasitas sungai, pengaruh air pasang, dan global warming.
Secara umum, banjir yang terjadi karena ketidakmampuan tanah untuk menyerap limpahan air hujan yang jatuh ke tanah. Pendangkalan dan perubahan berbagai penampung air seperti sungai, waduk, danau dan lainnya terus terjadi sehingga badan air tersebut tidak mampu lagi menampung air hujan. Meluapnya sungai sering menjadi penyebab terjadinya banjir.
Demikian juga yang terjadi di Wasior. Sungai Batang Salai dan beberapa anak sungai lain yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy dan mengalir membelah Kota Wasior meluapkan air karena tingginya curah hujan sejak beberapa hari sebelumnya. Luapan air bercampur batang pohon, lumpur, kayu, batu, dan material lainnya inilah yang memporak-porandakan Wasior.

 A.     KONDISI GEOGRAFIS DI WASIOR
Kondisi geografis Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, tergolong rentan bencana banjir bandang. Daerah tersebut berupa bentang alam datar dan luas, tepat di mulut lembah sungai pada kaki perbukitan yang curam. Pada daerah hulu memiliki ketinggian > 1000 m dpl, sedangkan daerah daratan paling rendah memiliki ketinggian < 200, dengan luas wilayah yang tidak terlalu besar sehingga menyebabkan lereng sangat curam dan jika terjadi banjir atau longsor efeknya bisa merusak karena meluncur di kemiringan yg curam. Dengan topografi curam dan  tingkat kerentanan longsor yang tinggi, hutan lebat bukan berarti bisa menjamin tidak akan terjadi longsor ketika terjadi cuaca ekstrem seperti sekarang ini.Lokasi Wasior berada di bagian bawah cagar alam Wondiboy. Cagar alam itu konturnya curam dan berupa pegunungan. Daerahnya curam dan perubahan cuacanya juga cepat. Kondisi tanah di Wasior cepat rapuh dan lembek. Kondisi tanah yang demikian, merupakan pengaruh akibat terlalu dekat dengan hutan cagar alam yang memang gembur tanahnya.
Papua Barat memang memiliki topografi yakni gunung curam. Oleh karena itu, banyak kawasan cagar alam atau konservasi. Karena topografinya yang curam, kawasan ini apabila penggunaan lahannya salah, akan menyebabkan longsor.

A.    FAKTOR PENYEBAB BANJIR DI WASIOR
Banjir bandang yang melanda Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat, adalah hasil dari anomali cuaca. Salah satu penyebab terjadinya anomali cuaca adalah munculnya La Nina ketika suhu muka laut di barat wilayah khatulistiwa Pasifik mendingin. Dampaknya, hujan deras pada musim kemarau seperti sekarang ini masih saja terjadi. Disamping kemampuan wilayah yang tidak seimbang menangkap air hujan, banyak wilayah di Indonesia yang juga tinggi kerentanannya, terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Penyebab banjir bandang di Wasior, Papua Barat, bukan disebabkan pembalakan liar atau illegal logging. Melainkan adanya evolusi morfologi atau perubahan bentuk tanah yang terjadi di lokasi bencana. Hutan yang berada perbukitan merupakan cagar alam sekaligus hutan produksi terbatas. Tidak ada perusahaan HPH (Hak pengelolaan hutan) yang beroperasi di hutan perbukitan tersebut. Termasuk penebangan liar, mengingat topografi hutan perbukitan itu yang tergolong curam. Hal itu juga didasarkan pada perbandingan citra satelit antara tahun 2000 dan 2009 yang menunjukkan bahwa tutupan lahannya hanya berubah satu persen. Hampir 95 persen hutan primer masih dalam kondisi bagus. Tidak terlihat adanya areal terbuka yang mengindikasikan adanya penebangan liar. Aktivitas manusia di pegunungan dan DAS sangat minim karena kondisi topografi yang sangat curam. Hal itu diperkuat dengan fakta bahawa hutan di Wasior merupakan cagar alam sehingga sangat dijaga dan diawasi dengan ketat sehingga kecil kemungkinan ada kegiatan hak penguasaan hutan di sana.
Dari segi tutupan lahan di wilayah tersebut tidak ada aktivitas illegal loging dan hutan di sana masih terjaga serta termasuk hutan konservasi, fenomena terjadinya longsor di hulu-hulu sungai ini sangat dimungkinkan mengingat topografi di Papua terkenal sangat curam. Untuk wilayah di sekitar Wasior sendiri, memang terdapat pegunungan-pegunungan yang memanjang dengan ketinggian rata-rata 1.800 meter. Dari data citra satelit yang didapat pada tahun 2009, tutupan hutan di wilayah tersebut adalah sebesar 91,32 persen. Ilegal logging pun sangat sulit dilakukan di sana karena aksesnya sangat susah. Kalaupun ada penebangan pohon, hanya dilakukan oleh penduduk sekitar untuk kebutuhan mereka sehari-hari dan skalanya pun kecil.
Bencana banjir bandang di Wasior dipicu kondisi bentang alam berupa perbukitan tektonik. Wasior dilewati oleh lempeng Australia sehingga banyak terjadi patahan atau tanah amblesan. Bagian hulu DAS Manggarai menunjukkan bekas amblesan, sehingga membentuk lembah di antara perbukitan. Gempa di perbukitan tektonik itu berpotensi merontokkan batuan di tebing. Longsoran itu berpotensi membendung lembah.
Gempa juga menyebabkan terjadi perubahan struktur tanah di mana sebagian diantaranya menutupi aliran sungai sehingga air meluap. Perubahan bentuk tanah yang terjadi berulang-ulang di wilayah datar dan terjal menyebabkan kondisi alam tidak seimbang.  Karena letak kota Wasior yang berada didataran rendah di bawah kaki gunung sehingga mengakibatkan sejumlah sungai yang berada di sekitar Wasior, Papua Barat meluap dan mengalir deras ketika curah hujan tinggi.
Longsoran tanah akibat gempa yang menyebabkan banjir bandang di Wasior menyumbat sungai. Timbunan tanah dan batang pohon yang terangkat dari dasar sungai membuat dampak banjir sedemikian merusak. Analisis dari citra satelit yang didapat menyimpulkan bahwa wilayah sejauh 6 – 7 km dari Wasior merupakan penyebab terjadinya banjir bandang. Di wilayah tersebut terdapat dua pertemuan sungai yang tersumbat karena longsoran yang membentuk bendungan atau timbunan. Selain itu, sebelum hujan melanda Wasior, juga terjadi gempa di Kaimana, Papua Barat dengan 7,2 skala richter yang diikuti oleh gempa-gempa kecil. Gempa tersebut memicu rapuhnya struktur tanah di wilayah tersebut.
Penyumbatan tersebut dianalisa disebabkan adanya gempa yang terjadi sebelumnya, sehingga membuat tanah menjadi longsor. Sumbatan tersebut akhirnya menjadi bendungan alami sungai. Dengan lereng yang demikian curam, ketika bendungan tak sanggup menahan massa air yang bercampur dengan lumpur, batu, dan kayu atau pohon, air akan meluncur dengan cepat mengikuti gaya gravitasi. Fenomena tersebut dikenal dengan aliran debris (debris flow) yang bersamaan dengan banjir bandang (flash flood).
Banjir bandang yang terjadi di Wasior hanya berlangsung beberapa menit saja. Demikian pula saat surutnya debit berlangsung sangat cepat. Hal ini menunjukkan bahwa ada volume air besar yang berada di hulu yang menggelontor dengan cepat dan waktunya bersamaan. Tiga sungai yang ada, yaitu Sungai Sanduai, Sungai Anggris, dan Sungai Manggarai meluap dan bendungan yang terbentuk ini akhirnya tidak kuat menahan air. Terlebih lagi dengan karakteristik sungai di sana yang berbentuk huruf V. Air kemudian meluncur dengan kecepatan tinggi dan volume yang besar. Air limpasannya mengalir sedemikian kencang akibat lintasan sungai yang relatif lurus memanjang. Kencangnya arus air itu yang kemudian membongkar timbunan tanah dan batang-batang pohon sisa longsoran yang menyumbat sungai dan menghantam desa-desa di sekitar sungai.

Bukti bahwa tanah dan batang pohon yang terbawa banjir adalah sisa longsor akibat gempa, dapat dilihat dari fisik gelondongan kayu. Secara kasat mata terlihat bahwa gelondongan yang masih utuh berikut dengan akarnya itu sudah tidak lagi dibungkus kulit kayu utuh. Artinya kayu sudah lama terendam air hingga kulit lapuk dan habis. Kalau hanya karena hujan, kulitnya tidak akan terkelupas. Artinya kayu hasil longsor masuk ke sungai dan terbendung lama atau menyumbat di sungai. Kayu-kayu gelondongan yang terseret banjir itu bukan merupakan hasil penebangan liar hutan cagar alam sekitar Wasior. Sebab batang pohon hasil tebangan tidak mungkin menyertakan akar-akarnya secara utuh seperti yang kini bergeletakan di Wasior.
Hujan selama enam jam yang didahului hujan empat hari sebelumnya tidak mungkin menghasilkan debit air banjir seperti yang terjadi. Air diduga merupakan air banjir normal ditambah akumulasi limpasan yang tertahan sumbatan palung akibat tanah longsor. Tingginya curah hujan membuat dua danau kecil yang berada di pegunungan sekitar kota Wasior meluap hebat. Arus air menjadi sedemikian kencang seperti gelombang tsunami, sebab jalur sungai yang mengalirkan air danau berbentuk lurus.
Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu, rawan menyebabkan tanah longsor. Sementara itu, barisan pegunungan di Kabupaten Teluk Wondama yang memiliki ketinggian rata-rata 1.800 di atas permukaan laut (dpl), terdapat banyak sungai dengan topografi sangat curam menuju pantai sebelah barat. Topografi daerah aliran sungai (DAS) di kawasan tersebut dikategorikan kelas curam hingga sangat curam karena penampang sungai sebagian besar berbentuk V. Di kiri-kanan sungai merupakan lereng dari pegunungan yang sangat terjal. Kondisi demikian sangat memungkinkan timbulnya sumbatan sungai akibat adanya material longsoran.
Total curah hujan yang tertahan di dalam pepohonan itu hanya 15 persen. Sementara itu, karena curah hujan yang berat bisa menyebabkan tanah jenuh. Apabila jenis tanah tersebut adalah batuan yang rapuh, maka peristiwa longsor akan mudah sekali terjadi. Curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya longsor di hulu sungai. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa wilayah tersebut merupakan daerah patahan dan jenis tanah di sana mudah sekali tererupsi.
Selain itu, adanya tata ruang yang kurang tepat menjadi salah satu faktor penyebab banjir bandang. Wasior seharusnya merupakan zona penyangga yang disebut dengan Hutan Produksi Terbatas. Di zona itu pula, tidak diperbolehkan secara sembarangan mengalihkan fungsi. Wasior tidak tepat untuk dijadikan pemukiman padat atau dijadikan kota karena ini kawasan hutan produksi terbatas. Artinya, kalau ada penduduk yang akan bermukim tetap harus ada pengelolaan lingkungan yang ketat. Penataan suatu ruang harus mengikuti kaedah lingkungan sesuai kaidah kawasan hutan produksi tetap dan kawasan cagar alam.
Hujan yang melanda secara terus-menerus, membuat hutan resapan air yang mulai menipis, sangat sulit untuk menahan beban air yang besar akibat hujan terus-menerus. Papua Barat memiliki kerentanan terhadap bencana ekologis. Penyebabnya adalah alih fungsi lahan secara masif di kawasan itu. Ini berarti perubahan lahan ternyata menduduki rangking pertama dalam menyebabkan banjir di suatu kawasan daripada penyebab lainnya. Apabila suatu hutan yang berada dalam suatu daerah aliran sungai (DAS), misalnya,  diubah menjadi permukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat sampai 20 kali. Tentu saja besar kecilnya peningkatan debit yang bersumber dari run-off (aliran permukaan) ini tergantung dari  jenis hutan dan jenis permukimannya.
Perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi dominan kepada aliran permukaan. Perlu diketahui bahwa hujan yang jatuh diatas tanah,  sebagian meresap ke dalam tanah dan sebagian lainnya menjadi run-off. Aliran inilah yang menjadi penyebab utama banjir. Kecepatan aliran run-off akan tergantung dari kemiringan lahan dan penutup lahan. Sedangkan resapan air ke dalam tanah tergantung pada jenis tanah yang ada.
Faktor penutupan vegetasi cukup signifikan dalam mempengaruhi pengurangan ataupun peningkatan aliran permukaan. Hutan yang lebat mempunyai tingkat penutupan kanopi yang tinggi. Apabila hujan turun di wilayah hutan tersebut, faktor kanopi vegetasi ini akan memperlambat kecepatan aliran permukaan. Ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi non hutan,  misalnya menjadi permukiman, maka penutupan lahan kawasan ini akan mempunyai resistensi untuk menahan aliran ini lebih kecil sehingga aliran permukaan akan tidak tertahan dan inilah yang menyebabkan potensi banjir. Kondisi ini yang terjadi di Wasior. Konon perubahan lahan hutan baik legal ataupun illegal telah terjadi sangat signifikan di wilayah ini khususnya di hulu sejak puluhan tahun terakhir ini. Terjadi penebangan hutan untuk pemekaran kota di sekitar areal hutan.
Wilayah yang mempunyai kemiringan dengan vegetasi yang relatif rapat serta lokasi yang tidak jauh dengan hilir (dekat laut) semula mempunyai keseimbangan dari air yang banyak terinfiltrasi masuk ke dalam tanah melalui batang tumbuhan, dan kondisi tanah yang subur karena laju alirannya dapat diperlambat oleh adanya vegetasi-vegetasi, dan ketika keseimbangannya terganggu (vegetasi berkurang karena dialih fungsikan sebagai permukiman, air permukaan cepat),  ketika runoff dari permukaan yang terbuka terhalang oleh vegetasi yang masih tersedia sebagian akan masuk dan dipertahankan sampai kondisi yang maksimum, sampai tingkat kejenuhan tertentu (tanah yang bervegetasi tidak mampu menyerap air lagi) akan melepaskan tenaga yang berupa air yang berlumpur dengan kecepatan arus yang relative cepat dan menyebabkan banjir bandang terjadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar