Teori pertambahan penduduk menyebutkan bahwa, jika tingkat pertambahan penduduk tinggi maka
populasi manusia juga tinggi. Populasi manusia adalah ancaman terbesar dari
masalah lingkungan hidup di Indonesia dan bahkan dunia. Setiap orang memerlukan
energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup. Kalau populasi
bisa bertahan pada taraf yang ideal, maka keseimbangan antara lingkungan dan
regenerasi populasi dapat tercapai. Tetapi kenyataannya adalah populasi bertumbuh
lebih cepat dari kemampuan bumi dan lingkungan kita untuk memperbaiki sumber
daya yang ada sehingga pada akhirnya kemampuan bumi akan terlampaui dan
berimbas pada kualitas hidup manusia yang rendah.
Antara 1960 dan 1999, populasi bumi berlipat ganda dari
3 milyar menjadi 6 milyar orang. Pada tahun 2000 populasi sudah menjadi 6.1
milyar. PBB memprediksi bahwa populasi dunia pada tahun 2050 akan mencapai
antara 7.9 milyar sampai 10.9 milyar.
Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah
kebutuhan makanan pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk
memenuhi kebutuhan makanan, maka hutan pun mulai dibabat habis untuk menambah
jumlah lahan pertanian. Konversi hutan menjadi tanah pertanian bisa menyebabkan
erosi. Selain itu bahan kimia yang dipakai sebagai pupuk juga menurunkan
tingkat kesuburan tanah. Dengan adanya pembabatan hutan dan erosi, maka
kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga menambah resiko dan
tingkat bahaya banjir.
Perkembangan urbanisasi di Indonesia perlu dicermati
karena dengan adanya urbanisasi ini, kecepatan pertumbuhan perkotaan dan
pedesaan menjadi semakin tinggi. Pada tahun 1990, persentase penduduk perkotaan
baru mencapai 31 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2000 angka
tersebut berubah menjadi 42 persen. Diperkirakan pada tahun 2025 keadaan akan
terbalik dimana 57 persen penduduk adalah perkotaan, dan 43 persen sisanya
adalah rakyat yang tinggal di pedesaan. Dengan adanya sentralisasi pertumbuhan
dan penduduk, maka polusi pun semakin terkonsentrasi di kota-kota besar
sehingga udara pun semakin kotor dan tidak layak.
Kota-kota besar terutama Jakarta adalah sasaran dari
pencari kerja dari pedesaan dimana dengan adanya modernisasi teknologi, rakyat
pedesaan selalu mengira dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar
sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya. Secara statistik,
pada tahun 1961 Jakarta berpenduduk 2,9 juta jiwa dan melonjak menjadi 4,55
juta jiwa 10 tahun kemudian. Pada tahun 1980 bertambah menjadi 6,50 juta jiwa
dan melonjak lagi menjadi 8,22 juta jiwa pada tahun 1990. Yang menarik, dalam
10 tahun antara 1990-2000 lalu, penduduk Jakarta hanya bertambah 125.373 jiwa
sehingga menjadi 8,38 juta jiwa. Data tahun 2007 menyebutkan Jakarta memiliki
jumlah penduduk 8,6 juta jiwa, tetapi diperkirakan rata-rata penduduk yang
pergi ke Jakarta di siang hari adalah 6 hingga 7 juta orang atau hampir
mendekati jumlah total penduduk Jakarta. Hal ini juga disebabkan karena lahan
perumahan yang semakin sempit dan mahal di Jakarta sehingga banyak orang,
walaupun bekerja di Jakarta, tinggal di daerah Jabotabek yang mengharuskan
mereka menjadi komuter.
Populasi tinggi yang tidak seimbang dengan lahan pangan
dan energi yang cukup akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara supply dan
demand yang bisa menyebabkan harga menjadi mahal sehingga seperti yang sedang
terjadi sekarang, inflasi semakin tinggi, harga bahan makanan semakin tinggi
sehingga kemiskinan pun semakin banyak. Semakin menurunnya konsumsi masyarakat
akan menyebabkan perusahaan merugi dan mem-PHK karyawannya sebagai langkah
efisiensi, sehingga semakin banyak lagi kemiskinan.
nice info sangat bagus sekali infonya
BalasHapuswhite light di alfamart
A lucky club casino site. Live score, reviews and tips.
BalasHapusLive scores, reviews and luckyclub tips for this live betting game site, A lucky club casino site, A lucky club casino website, A lucky club casino site,