Jumat, 09 Desember 2011

Ekosistem yang Tidak Tergantung Matahari


Ekosistem yang Tidak Tergantung Matahari

A.     Ekosistem Dasar Laut

Hubungan saling mempengaruhi antara makhluk hidup dengan lingkungannya membentuk suatu sistem disebut Ekosistem. Dalam ekosistem kita mengenal dua pembagian ekosistem yaitu ekosistem terestrial (daratan) dan ekosistem akuatik (Perairan). Dalam ekosistem akuatik dapat dijabarkan sebagai semua komponen biotik dan abiotik yang terdapat didalam ekosistem perairan tersebut. Sedangkan dalam ekosistem terrestrial atau ekosistem daratan dapat dijabarkan semua komponen yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam ekosistem tersebut.

Ekosistem terestrial meliputi bioma gurun, padang rumput, Hutan hujan tropis, Hutan gugur, Taiga,dan bioma Tundra. Sedangkan ekosistem perairan dibagi atas ekosistem air tawar dan ekosistem laut. Ekosistem laut mencakup sekitar 71% dari permukaan bumi dan mengandung sekitar 97% dari air yang ada di planet ini. Yang termasuk ke dalam ekosistem laut adalah samudera, rawa garam dan ekologi intertidal, muara sungai dan laguna, bakau dan terumbu karang, laut dalam dan dasar laut. Ekosistem air laut dapat dibandingkan dengan ekosistem air tawar, yang memiliki kandungan garam yang lebih rendah. Tempat-tempat seperti disebutkan diatas dianggap ekosistem karena kehidupan tanaman mendukung kehidupan hewan dan sebaliknya. Berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian :
·         Daerah fotik : daerah laut yang masIh dapat ditembus cahaya matahari, kedalaman maksimum 200 m.
·         Daerah twilight : daerah remang-remang, tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis, kedalaman antara 200 - 2000 m.
·         Daerah afotik : daerah yang tidak tembus cahaya matahari, jadi gelap sepanjang masa.
Ekosistem dikatakan seimbang apabila komposisi di antara komponen-komponen tersebut dalam keadaan seimbang. Ekosistem yang seimbang, keberadaannya dapat bertahan lama atau kesinambungannya dapat terpelihara. Perubahan ekosistem dapat  mempengaruhi keseimbangannya. Perubahan ekosistem dapat terjadi secara alami serta dapat pula karena aktivitas dan tindakan manusia.

B.     Ekosistem Dasar Laut Dari Film Blue Planet : The Deep Volume 2
Laut dalam adalah habitat terbesar di bumi yang tidak begitu diketahui. Beberapa hewan yang aneh hidup di laut dalam. Setiap kali diadakan penyelaman, akan ditemukan beberapa ikan dengan spesies baru. Tekanan di dalam laut akan semakin bertambah dan cahaya matahari akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Pada kedalaman 300 meter, suhu air turun dengan cepat dan semakin gelap. Banyak hewan menjadi terlihat transparan. Hewan yang kompleks pun, seperti cumi-cumi menjadi sangat transparan di dalam laut. Untuk menghindari para predator, seekor hewan perlu untuk melihat dengan jelas dan sebisa mungkin tidak terlihat. Pada kedalaman ini, terdapat berbagai jenis hewan lunak yang hidup, seperti Amphiphod yang panjangnya ± 12 cm, Phronima yang hidup sebagai parasit di hewan-hewan lunak, Comb jelly, Copepod, Shiphonophores, cumi-cumi, dan ikan Hachet yang memiliki mata yang sensitif untuk mencari mangsa dengan tubuh pipih dan warnanya keperakan.
Pada kedalaman 500 meter, cahaya menjadi sangat sedikit bahkan di perairan  tropis yang airnya bersih sekalipun. Untuk bertahan di daerah ini yang dibutuhkan adalah penglihatan yang sensitif dan tubuh yang tidak terlihat. Kebanyakan predator memiliki mata yang berbentuk tabung sehingga dapat membedakan mangsanya.
Turun ke kedalaman ribuan meter, tidak ada sedikitpun sinar matahari yang masuk, suhu air turun sampai dibawah 4 derajat centigrade, tekanan berubah menjadi 100 kali lebih besar diari permukaan  Kehidupan menjadi semakin sepi. Di kedalaman ini terdapat ikan Fang Tooth yang memiliki gigi sangat besar sehingga tidak bisa untuk menutup mulutnya, ikan ini termasuk predator yang sangat agresif dan memakan ikan-ikan yang lebih kecil darinya. Pada kedalaman ini makanan semakin terbatas, predator harus bisa menyesuaikan diri dengan makanan dalam ukuran apapun.
Pada kedalaman yang tidak tertembus sinar matahari, kebanyakan hewan-hewan predator tubuhnya berwarna merah. Pada kedalaman ini, kebanyakan hewan memiliki perangkap cahaya untuk menangkap mangsanya. Cahaya-cahaya yang terdapat pada hewan-hewan itu berasal dari bakteri. Misalnya saja ikan Angler, ikan ini mengeluarkan cahaya unutuk memancing cumi-cumi yang menjadi mangsanya untuk mendekatinya. Ikan Angler betina memiliki ukuran 10 kali lebih besar daripada yang jantan. Ikan Angler jantan akan hidup menempel di perut ikan betina untuk mendapatkan makanan. Pada kedalaman ini juga terdapat ikan Hairy Angler yang panjangnya dapat mencapai 0,5 meter, tubuhnya dipenuhi antena-antena yang sensitif, masing-masing antena mampu mendeteksi gerakan-gerakan dari mangsanya. Selain itu, terdapat pula hewan yang ekornya panjang menggantung dari kepala, matanya kecil dan mulutnya sangat besar, hewan ini bernama Belut Guliper. Hewan ini dapat menelan makanan dalam ukuran apapun, termasuk lebih besar dari ukuran tubuhnya.
Siklus harian matahari sangat mempengaruhi kehidupan laut dalam, terbenamnya matahari akan sangat berpengaruh. Ribuan juta ekor hewan-hewan akan naik dari zona kegelapan menuju ke air yang lebih dangkal tiap malamnya. Hewan yang pertama naik adalah  Grazer kecil yang mencari tumbuhan mikroskopik yang hanya ada di air dangkal dan terkena sinar matahari, diikuti oleh hewan-hewan lain yang lebih besar. Pada saat fajar atau matahari terbit mereka akan kembali ke kedalaman yang lebih aman dari ancaman predator. Cumi-cumi akan naik ke permukaan untuk mengeluarkan telur-telurnya. Setelah fajar tiba, cumi-cumi akan kembali ke laut dalam. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan saling ketergantungan antara ekosistem dasar laut dalam dengan zona-zona di atasnya.
Dasar laut dalam di dominasi oleh jutaan Echinoderms, Amphiphod, Sea Cucumber, Brittle Stars dan Sea Urchins. Mereka memiliki bentuk dan ukuran yang beragam. Mereka mencari partikel-partikael yang tak beracun di dasar laut sebagai makanannya. Sebagian dari mereka hidup mengelompok. Di tepian dasar laut terdapat pula Crinads atau bunga lili laut. Hewan ini bentuknya seperti tumbuhan atau bunga, tetapi sebenarnya dalah hewan. Di kedalaman 2000 meter, dijumpai koral-koral yang tidak kita jumpai di permukaan. Panjangnya mencapai 200 meter. Koral-koral ini tidak mendapat sinar matahari, mereka menangkap makanannya menggunakan tentakel-tentakelnya yang panjangnya 3 cm. Sea Cucumber biasanya berdiam diri di dasar laut. Terdapat pula cacing Polychaete yaag berwarna kuning dan dapat  berenang-renang di laut terbuka. Disini terdapat juga seekor predator Chimaera yang merupakan kerabat dekat Hiu, panjangnya kurang dari 1 meter. Seekor belut juga dapat hidup di dasar laut, dia memakan bangkai-bangkai ikan mati di dasar laut. Selain belut, ikan-ikan kecil bernama Hagfish dan cacing Polychaete juga memakan jasad-jasad  ikan mati di dasar laut. Ikan Hiu yang panjangnya mencapai 8 meter kadang-kadang turun ke dasar laut untuk mencari makanan yang berupa jasad ikan mati tersebut.
Pada kedalaman 3000 meter, terdapat jutaan bintang laut, ikan-ikan dari keluarga Ratttails yang memakan bangkai ikan mati, ikan tripod yang mempunyai mata tapi buta sehinnga menggunakan antena-antena di atas kepalanya untuk mendeteksi mangsa atau predator, dan gurita laut yang sering disebut Dumbo.
Dua mil diatas dasar laut terdapat pegunungan di tengah lautan. Pada kedalaman ini terdapat cerobong yang mengeluarkan air panas yang mengandung hydrogen sulfida yang beracun. Di tempat ini terdapat spesies cacing Polichaete yang biasa disebut cacing Pompeii, cacing ini mampu bertahan hidup pada suhu  centigrade. Cerobong-cerobong ini juga dipenuhi beberapa organisme lain seperti kerang besar, kepiting putih dan cacing warna merah. Mereka tidak membutuhkan energi matahari karena pada tubuh mereka terdapat bakteri yang mampu menyerap energi dari sulfida yang keluar dari cerobong tersebut. Koloni bakteri merupakan sumber energi utama untuk semua makhluk hidup di daerah kedalaman ini. Bakteri dan mikroba adalah inti dari rantai makanan yang diperlukan. Bahkan kepiting dan udang juga memakan bakteri, dan ikan mendapatkan peran menjadi rantai makanan paling atas.
Lebih dari setengah mil di bawah laut di teluk Meksiko terdapat danau bawah laut dengan panjang lebih dari 20 meter dan juga dengan pantai berpasir, disekitar tepiannya terdapat jejak arus. Tepian ini dihasilkan oleh air laut yang kental dan lebih pekat daripada air disekitarnya. Pasir yang terbentuk merupakan ratusan ribu kerang. Dari dasar laut mengeluarkan gelembung metan. Kerang tersebut mengandung bakteri yang mampu mengolah energi dari metan tersebut.
Ekosistem di danau bawah laut tersebut dapat berkembang dengan mengandalkan bakteri. Hewan-hewan nyang dapat hidup di danau tersebut diantaranya yaitu udang, lobster, dan juga cacing Polichaete merah. Oasis tersebut diberi nama genangan dingin dan mirip seperti cerobong asap. Proses geologis di dasar laut menghasilkan metan dan cenderung pula mengeluarkan hidrogen sulfida. Tak jauh dari tempat tersebut, terdapat pula hamparan ratusan cacing tabung yang memanfaatkan bakteri dengan mengolah energi sulfida.


C.    Ekosistem Dasar Laut  di Sulawesi Utara
Sebuah gunung berapi bawah laut setinggi lebih dari 10.000 kaki atau 3.000 meter, ditemukan di lautan dalam di Sulawesi Utara. Gunung ini adalah temuan penting untuk memahami kekayaan lautan Indonesia. Gunung berapi dalam laut ini terdeteksi dalam ekspedisi bersama ilmuwan Indonesia dan ilmuwan Amerika Serikat dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang berada di bawah naungan Departemen Perdagangan AS. Kapal Okeanos dari NOAA saat menjelajah laut di daerah Kawio Barat, Kepulauan Kawio, Sulawesi Utara, mendapatkan pemetaan gambar gunung berapi itu. Kawio Barat dipilih sebagai area ekspedisi karena unsur-unsur bawah laut yang berlimpah.
Dalam waktu tiga bulan, 20 peneliti asal Indonesia yang berasal dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Perguruan Tinggi, serta delapan peneliti dari National Oceanic and Atmospheric Administator (NOAA) menjelajahi gunung-gunung bawah laut di perairan tersebut. Dengan memakai 17 kamera yang melekat pada "Remotely Operated Vehicle" (ROV) yang berkemampuan mengambil gambar pada daerah di lebih dari 4.000 meter di bawah laut milik NOAA akhirnya diketahui keberadaan sebuah gunung api aktif setinggi 3.200 meter di kedalaman 1.900 meter di bawah Laut Sangihe.
Gunung api aktif yang berada di sekitar Kepulauan Kawio tersebut merupakan gunung api aktif dasar laut tertinggi di dunia. Di kedalaman lebih dari 4.000 meter di bawah laut di laut Sangihe, Sulawesi Utara, sebuah ekosistem sempurna ditemukan. Gunung api tersebut membentuk sebuah kawasan komunitas baru di areal geothermal. Di dalam suhu air yang sangat tinggi hingga mencapai 200 derajat celsius ternyata berbagai biota laut hidup dengan damai. Berbagai jenis bintang laut, udang, lobster, ikan, octopus, terumbu karang hidup mengandalkan bakteri-bakteri yang di dalam air, yang diperkirakan sama dengan bakteri yang hidup 3,5 miliar tahun lalu. Dibawah dasar laut juga terdapat biota-biota yang menarik seperti kepiting dan teritip yang bergerak sangat aktif untuk menangkap bakteri yang hidup disana dan memakannya.
Bakteri sulfida di dekat gunung api bawah laut menjadi ujung strata paling rendah bagi mata rantai ekosistem laut dalam. Extrimophiles bahkan dikenal sebagai bakteri sulfida yang mampu bertahan di atas suhu 100 derajat celsius. Bakteri sulfida sangat penting bagi mata rantai berikutnya. Hingga akhirnya bisa dijumpai biota Holothurians berwarna ungu tua menyala yang mendominasi komunitas bentik di kedalaman 3.050 meter. Lalu, Nudibranch, moluska tak bercangkang, juga direkam di kedalaman 3.000 meter. Spesies lainnya mencapai ratusan jenis lagi, sebagian besar juga baru dikenal atau belum ada namanya.
Berbagai biota laut yang ditemukan di sekitar gunung api bawah laut bernama Gunung Kawio di kedalaman 1.900 meter tersebut sangat unik karena mampu hidup dalam tekanan hingga 180 bar, di suhu panas 350 derajat Celcius serta dalam kondisi gelap tanpa sinar matahari. Mereka tidak berfotosintesis dari panas sinar matahari, tetapi melalui proses kimosintesis yang mengandalkan panas dari geothermal gunung berapi.
Koral atau karang pada umumnya tumbuh pada kedalaman belasan atau puluhan meter. Ini tergantung tingkat kejernihan air laut karena koral bertahan sampai pada kedalaman yang masih bisa ditembus sinar matahari. Di kedalaman 800 meter sebagai lokasi ditemukannya koral itu tidak lagi ditembus sinar matahari. Tetapi, koral warna-warni itu ternyata ditemui. Koral yang berwarna-warni di laut dalam yang gelap gulita itu menjadi sebuah keanekaragaman hayati laut yang sangat luar biasa. Selain itu, banyak ditemukan terumbu karang yang memiliki warna-warna yang cerah dan mencolok mulai dari hijau, ungu, merah muda, merah, putih, albino, kuning. Tanpa bantuan matahari untuk melalui proses fotosistesis warna hijau terumbu karang pun tampak cerah. Membandingkan dengan koral yang ada di permukaan laut, jelas peranan sinar matahari menunjang proses fotosintesis koral yang ada sehingga koral itu bisa bertahan hidup. Bagi koral bawah laut, kehidupannya tanpa matahari. Ini berarti matahari bukanlah satu-satunya sumber kehidupan bagi koral.
Di ketinggian 2.000 meter dari gunung berapi tersebut menempel cerobong-cerobong asap tinggi yang mengeluarkan panas dari gunung berapi. Cerobong asap ini hanya ada di laut dalam di mana terdapat aktivitas pegunungan api bawah laut. Cerobong ini tumbuh 1 cm per hari lalu sebagian mengendap di bawahnya, endapan ini kaya mineral. Kandungan larutan bersuhu tinggi dari perut bumi itu mengandung mineral, logam, dan gas, karena dipengaruhi suhu air laut dalam yang mencapai 2-4 derajat celsius. Cerobong yang disebut himney tersebut terbentuk dari pertemuan hidrotermal dengan air dingin laut, sehingga tampak seperti cerobong asap yang menyembul dari tanah. Di tubuh cerobong yang mengeluarkan panas itu pun masih terdapat terumbu karang yang didiami banyak biota laut dalam ukuran mini. Air laut di sekitarnya menjadi tidak terlampau dingin atau tidak terlampau panas sehingga menjadi ekosistem tersendiri dan bisa menjadi habitat bagi biota-biota laut tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar